Jumat, 17 Mei 2013
Kendalikan Hawa Nafsu Kita, Yah!
Mengenal Hawa
Nafsu
Kata hawa nafsu berasal dari bahasa arab yang terdiri
dari dua kata, yaitu: hawa
(الهوى)
yang artinya kehendak dan nafsu
(النفس)
yang artinya niat, selera, usaha.
Dalam bahasa Indonesia, 'nafsu' bermakna keinginan,
kecenderungan atau dorongan hati yang kuat. Jika ditambah dengan kata
hawa (=hawa nafsu), biasanya dikaitkan dengan dorongan hati yang kuat
untuk melakukan perkara yang tidak baik. Adakalanya bermakna selera,
jika dihubungkan dengan makanan. Nafsu syahwat pula berarti
keberahian atau keinginan bersetubuh.
Ketiga perkataan ini (hawa, nafsu dan syahwat) berasal
dari bahasa Arab:
- Hawa (الهوى): sangat cinta; kehendak
- Nafsu (النفس): roh; nyawa; jiwa; tubuh; diri seseorang; kehendak; niat; selera; usaha
Ada sekolompok orang menganggap hawa nafsu sebagai
"syaitan yang bersemayam di dalam diri manusia," yang
bertugas untuk mengusung manusia kepada kefasikan atau pengingkaran.
Mengikuti hawa nafsu akan membawa manusia kepada kerusakan. Akibat
pemuasan nafsu jauh lebih mahal ketimbang kenikmatan yang didapat
darinya. Hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan juga dapat merusak
potensi diri seseorang.
Sebenarnya setiap orang diciptakan dengan potensi diri
yang luar biasa, tetapi hawa nafsu dapat menghambat potensi itu
muncul kepermukaan. Potensi yang dimaksud di sini adalah potensi
untuk menciptakan keadilan, ketenteraman, keamanan, kesejahteraan,
persatuan dan hal-hal baik lainnya. Namun karena hambatan nafsu yang
ada pada diri seseorang potensi-potensi tadi tidak dapat muncul
kepermukan (dalam realita kehidupan). Maka dari itu mensucikan diri
atau mengendalikan hawa nafsu adalah keharusan bagi siapa saja yang
menghendaki keseimbangan, kebahagian dalam hidupnya karena hanya
dengan berjalan di jalur-jalur yang benar sajalah menusia dapat
mencapai hal tersebut.
Tips Jitu
Mengatasi Hawa Nafsu
1.
Menyadari bahwa nafsu adalah dinding pagar yang mengitari jahannam.
Barang
siapa yang terseret ke dalam nafsu, berarti dia telah terseret ke
dalam neraka. Sabda nabi :
“Surga
dikelilingi dengan hal-hal yang tidak disukai dan neraka itu
dikelilingi dengan berbagai syahwat.”
Orang
yang mengikuti nafsu dikhawatirkan akan lepas dari iman, sementara
dia tidak menyadarinya. Mengikuti nafsu bias menutup pintu taufik
bagi manusia dan membuka pintu penyesalan. Fudhail bin ‘Iyadh
berkatam “Barangsiapa yang mengikuti nafsu
dan menuruti syahwatnya maka terputuslah tali taufik dari dirinya.”
2.
Memanjakan nafsu berarti merusak akal dan fikirannya dan itu berarti
mengkhianati Allah dalam hal penggunaana akal.
Mengikuti
nafsu membuat hamba tidak bias bangkit untuk mencapai syurga
bersama-sama dengan orang yang berhasil mendapatkannya.
Muhammad
bin Abdul Warad berkata, “Sesungguhnya Allah
mempunyai satu hari, siapa yang tunduk kepada nafsunya tidak akan
bisa selamat dari siksaan-Nya. Di antara orang-orang yang jatuh dan
tidak bisa bangkit pada hari kiamat ialah orang yang tunduk kepada
nafsunya.”
3.
Menyadari bahwa dengan menentang nafsu akan menghasilkan kekuatan
tubuh, hati dan lidah manusia.
Orang
salaf berkata, “Orangyang mampu mengalahkan
hawa nafsunya lebih kuat daripada orang yang mampu menaklukkan sebuah
kota sendirian.” Orang yang paling ksatria
adalah yang paling keras menentang hawa nafsunya.
Muawiyah
berkata, “Sifat ksatria ialah yang
meninggalkan syahwat dan menentang hawa nafsu. Mengikuti hawa nafsu
berarti mengurangi sifat ksatria.”
Memerangi nafsu lebih hebat dan lebih berat daripada memerangi
orang-orang kafir.
Menentang
nafsu bisa menyelamatkan penyakit hati dan badan sedangkan
mengikutinya akan mendatangkan penyakit hati dan badan. Semua
penyakit hati berasal dari mengikuti nafsu. Jika kita meneliti
berbagai penyakit badan maka sebagian beasr berasal dari
memperturutkan hawa nafsu.
4.
Menyadari bahwa tidak ada satupun hari yang berlalu melainkan nafsu
dan akan saling bergelut di dalam diri orang yang besangkutan.
Mana
yang dapat mengalahkan rivalnya, maka dia akan mengusirnya dan
menguasainya. Abu Darda r.a. berkata, “Jika
pada diri seseorang berkumpul nafsu dan amal, lalu amalnya mengikuti
nafsunya, maka hari yang dilaluinya adalah hari yang buruk. Jika
nafsunya mengikuti amalnya, maka harinya adalah hari yang baik.”
5.
Menyadari bahwa dia diciptakan bukan untuk kepentingan nafsu, tetapi
untuk sesuatu urusan yang besar yang tidak bias dicapai kecuali
dengan menentangnya.
Tidak
boleh baginya memilih bahwa hewan lebih baik daripada dirinya. Dengan
tabiatnya saja hewan bias membedakan mana yang membahayakan dan mana
yang menyelamatkan, lalu ia memilih yang bermanfaat baginya dan
meninggalkan yang berbahaya. Manusia diberi akal dalam masalah ini.
Jika dia tidak bias membedakan mana yang dapat membahayakan dan mana
yang bermanfaat baginya, atau mengetahui tapi justru memlih yang
berbahaya, berarti keadaan hewan lebih baik dari keadaannya.
Sesungguhnya
Allah menjadikan kesalahan dan mengikuti nafsu sebagai dua hal yang
berdampingan dan menjadikan kebenaran dan menentang nafsu sebagai dua
hal yang berdampingan sebagaimana dikatakan oleh sebagian salaf,
“jika ada masalah yang rumit engkau pecahkan, engkau tidak tahu
mana yang benar, maka tinggalkanlah yang lebih dekat kepada nafsumu,
karena sesuatu yang dekat dengan kesalahan ialah yang mengikuti hawa
nafsu.”
6.
Memiliki hasrat yang kuat untuk melawan hawa nafsunya sehingga timbul
kecemburuan yang amat sangat terhadap dirinya sendiri jika melakukan
kemaksiatan.
Membalutnya
dengan kesabaran dalam menghadapi kepahitan yang akan dihadapi ketika
melawan hawa nafsunya sendiri. Membekalinya dengan kekuatan jiwa yang
bisa mendorongnya untuk mereguk kesabaran itu, sebab semua bentuk
keberanian merupakan kesabaran sekalipun hanya sesaat dan sebaik-baik
hidup adalah jika seseorang mengetahui hidup itu dengan kesabarannya.
7.
Melibatkan hati dalam mempertimbangkan akibat nafsu, sehingga dia
bisa mengetahui seberapa banyak nafsu itu meloloskan ketaatan dan
berapa banyak nafsu itu mendatangkan kehinaan.
Berapa
banyak satu suapan yang menghalangi beberapa suapan. Berapa banyak
sedikit kenikmatan yang menghilangkan beberapa kenikmatan. Berapa
banyak sedikit syahwat yang menghancurkan kehormatan, menundukkan
kepala, menciptakan kenangan yang buruk, mengakibatkan celaan dan aib
yang tidak bisa dicuci dengan air sementara mata orang yang menuruti
hawa nafsu adalah mata orang yang buta.
8.
Memikirkan apa yang dituntut oleh jiwanya, lalu berkata kepada akal
dan agamanya, yang nantinya akan mengabarkan bahwa apa yang dituntut
itu tidak ada artinya apa-apa.
Abdullan
bin Mas’ud berkata, “Jika salah seorang
diantara kalian tertarik kepada seorang wanita, maka hendaklah dia
mengingat-ingat keburukannya.”
Mempertimbangkan kelanjutan yang baik dan kesembuhan yang terjadi di
kemudian hari dan sebaliknya mempertimbangkan penderitaan yang
semakin menjadi-jadi sebagai akibat menuruti kenikmatan hawa nafsu
yang semu.
9.
Menghinakan diri sendiri ketika tunduk kepada hawa nafsu, sebab
tidaklah seseorang menuruti hawa nafsunya melainkan pasti akan
mendapatkan kehinaan pada dirinya.
Jangan
tertipu kehebatan dan kesombongan orang-orang yang mengikuti
nafsunya, padahal dilihat dari batinnya, mereka adalah orang-orang
yang paling hina dina. Orang seperti itu memadukan antara kesombongan
dengan kehinaan.
10.
Kebanggan dapat menundukkan dan menaklukkan musuhnya.
Allah
suka jika hamba-Nya berani menghadapi musuhnya sebagaimana
firman-nya,
“Dan
mereka tidak menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah
orang-orang kafir dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh
melainkan dituliskan bagi mereka dengan demikian itu sebagai amal
sholeh.” (At-Taubah: 120).
Sekian
dari saya dan Wassalamu’alaikum…
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
0 komentar:
Posting Komentar